Tuesday, February 1, 2011

Kesedehanaan dan Ke-Istiqomahan Seorang Sahabat

(Catatan untuk al-Maghfurlah Muntaha Azhari)


Kesan-kesan bersma beliau terlalu banyak dan mendalam untuk membicarakan sahabat dan saya anggap guru Ustadz Muntaha Azhari. Diantara hal yang banyak akan saya cobo tuliskan sebagai catatan abituari 40 hari kepergian Mas Mun, sebagai sebutan saya kepada beliau. Saya kenal beliau sejak tahun 98 ketika diajak Bahrudin mengikuti sebuah pelatihan yang diselenggarakan pak Muslim dkk di Jakarta. Semanjak perjuampaan pertama sampai selanjutnya saya kalau ke Jakarta selalu kerumah mas Mun ketika beliau masih mempunyai rumah kontrakan di Clilitan kecil sebelah kantor P3M Jakarta beliau tidak pernah berubah.
Beliau sangat sederhana dan istiqomah, hal yang mendasari kesan ini muncul adalah pengalaman saya ketika berdekatan dengan beliau, dimana beliau selalu menonjolkan kesederhanaan untuk menggunakan kehidupan dinikmati apa adanya. Sikap kesederhaaan itu terlihat juga pada peran yang tidak diperlihatkan secara beerlebihan beliau sebagai redaksi pelaksana majalah ‘Pesantren’ dalam memproduksi jurnal, disaat jurnal ‘Pesantren’ saat itu dikenal cukup baik, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Padahal penulis tahu semua wawacara dan artikel dalam majalah ‘Pesantren’ lebih banyak yang di edit oleh beliau, sebelum masuk di percetakan, tetepi peran ini sama sekali tidak pernah di bicarakan dengan orang luar, padahal majalah ‘Pesantren’ saat itu punya pasar yang ngetrend.
Dan untuk melihat ke-Istiqomahannya terlihat ketika saya di ajak berdiskusi tentang fungsionalisme beragama yang sedang gencar-gencarnya di publis sama Gus Dur dan Kang Masdar. Beliau bertanya pada saya ketika saya sedang siggah di kediamannya Cililitan Kecil, “…mas gimana kamu melihat cara pandang Masdar sama Gus Dur yang banyak mengajak berpikir fungsional”. Saya jawab “…pada dasarnya fungsional bagus tetapi substansi teks ataupun ajaran jangan di tinggalkan.””…jadi kalau untuk untuk memilih kadar berapa apa yang fungsional dalam teks syariah masalahnya harus dilihat dari beberapa segi”.” …kelemahan fungsional menjadikan fungsi tawaran manusia terlalu tinggi untuk mereduksi substansi agama.” Dan tanggapan beliau “…wah itu hampir sama dengan pendapat saya. Saya tidak menolak fungsionalisme agama tetapi agama punya substansi yang tidak harus semua dinalar dengan akal”.”…istilah saya saya tidak memutlakan maqosid as-syariah sebagai satu-satunya cara untuk melihat dan memaknai agama untuk bisa dimanfaatkan oleh manusia, oleh karena dengan hanya mempertimbangkan nalar sebagai ukuran maka temporaritas jaman akan menimbulkan ambivalen dan politisisasi tanpa kepastian ukuran”.
Sebagai pribadi yang sederhana dan istiqomah mas Mun ternyata adalah pribadi yang teliti dan moderat. Kesan ini bisa saya rasakan ketika dengan teman-teman membuat NADIKA sebagai forum penguatan peran keulamaan yang dilakukan di Salatiga dan sekitarnya. Ketika saya diminta membuat konsep tentang bagaimana mengkonstruksi forum supaya sesuai dengan dihaapkan maka saya menulis dari urutan teoritis tentang bagaimana mendelegitimasi, mendekonstrusi dan merekonstruksi kiai sebagai objek kajian. Ternyata dengan kecermatan dan penghormatan terhadap kehidupan sesama kiai, istilah dan kajian yang bersifat profokatif diganti dengan bahasa-bahasa yang moderat dan sederhana, tetapi mempunyai kesan kritis.
Demikianlah kalau saya di minta membuat kesan tentang mas Mun, beliau adalah sosok yang sederhana, istiqomah tetapi mempunyai pandangan yang transformative dalam mensikapi perkembangan umat Islam di Indonesia. Dan setelah lama tidak bersama beraktifitas dan pada satu 3 tahun kemarin diajak berbicara kembali tentang Ulama Rakyat beliau tetap konsen, tetapi waktu lah yang memisahkan beberapa teman untuk tidak bisa berkomunikasi secara intens sehingga harapan beliau untuk menjadikan Salatiga sebagai pusatpengembangan pesantren transformative tidak pernah pudar sampai belia berpulang ke Rohmatulloh. Masalahnya tinggal siapa yang masih mempunyai semangat yang sama untuk melanjutkan gagasan yang mulia ini.

Cilacap 25 Januari 2011


Musa Ahmad

No comments: